KURSOR

Elsa - Disney's Frozen

Rabu, 12 November 2014

CERPEN



Keputusanku
Karya            : Eka Nurfitriana
Siang itu matahari cukup terik, keringat pun bercucuran keluar, ditambah lagi siang itu adalah jam pulang sekolah. Aku berjalan menuju parkiran dengan sangat jengkel karena cuaca yang sangat panas, sambil mengusap keringat yang keluar diwajahku.
“Ya Tuhan!! Mengapa dunia ini begitu panas!.” Celetukku dalam hati.
Tiba-tiba temanku bernama Sella memanggilku dari belakang. Ini sudah menjadi hal biasa setiap pulang sekolah, Sella pasti ingin nebeng pulang denganku. Tak salah lagi itulah hal yang biasa dia lakukan setiap pulang sekolah.
“Hey Giska! Tunggu! aku ingin bicara denganmu. ” Sella memanggil.
“Kau tak perlu seserius itu, aku sudah tau tujuanmu.” Jawabku.
“Hehe… kau tau saja tujuanku. Ayo segera pulang cuacanya sangat panas sekali, bisa-bisa aku dehidrasi.” Sella meringis senang dan langsung menggandeng tanganku.
Saat dalam perjalanan pulang, kita berdua sempat berbincang-bincang seputar pelajaran sekolah. Dan aku kaget ketika Sella melontarkan pertanyaan yang tidak biasa ditanyakan.
“Gis! Gimana pelajaramu disekolah, lancar?.” Tanya Sella.
“Alhamdulillah yaa… lancar.” Jawabku dengan gaya ala Syahrini.
“Hmm, ada yang yang minta nomormu nih. Boleh gak?.” Tanya Sella lagi.
“Hah,. Siapa! Ngacok kamu, mana mungkin ada yang minta nomorku.” Aku menjawab dengan nada tak percaya.
“Ya ada. Yang minta nomor kamu itu Ando. Dia anak kuliahan loh!.” Sella menjelaskan.
“Apaaa! Ando! Yang rumahnya deket rumahmu itu kan! Dia itu temenku waktu SD anaknya unyu sih, tapi gak tau kalok sekarang, apa dia masih unyu kayak di SD dulu.” Tanyaku dengan nada penasaran.
“Urggh! Kalok kamu tau, sekarang dia cakep bingit. Kamu beruntung banget dia minta nomor kamu, kamu pasti gak kan nyesel dehh!.” Sella meyakinkanku dengan nada yang tambah bikin aku penasaran.
“Hisshh! Dulu memang aku kenal dia, tapi sekarang dia udah jadi orang asing buat aku, kita udah lama gak ketemu dia juga sibuk sama sekolahnya. Udahlah gak usah dipikirin, aku juga gak yakin, mana mungkin dia minta nomorku. Kalik aja ini akal-akalan kamu.” Jawabku secara tegas.
“Ohh, jadi kamu gak mau ngasih nih. Okee gapapa! Tapi jangan kaget yaa.” Sella makin bikin penasaran.
“Hah! Hal gak penting. Cepat turun, ini sudah sampai rumahmu! Jangan lupa besok belikan aku bensin sebagai ganti hari ini.” Aku menyuruhnya turun dari motor.
“Iya, iya! Mentang-mentang anak ekonomi, perhitungan!.” Jawab Sella dengan nada kesel.
“Biarin! Wek..” Jawabku sambil menjulurkan lidah dan menarik gas motor dengan cepat.
***
Tepatnya pada hari Minggu, Ando ngajak ketemuan Sella. Mereka berdua sempat janjian makan siang disebuah kafe. Entah dalam rangka tujuan apa mereka bertemu. Agaknya mereka akan membahas seseorang.
“Kau dimana? aku sudah berada di kafe nih!.” Sella berbicara dengan Ando di telepon.
“Iya. Aku lagi jalan mau kesana. Tunggu sebentar dong!.” Jawab Ando.
“Oke. Jangan lama-lama aku ada janji dengan orang lain.” Sella menjawab.
Sepuluh menit kemudian Ando datang dengan sangat tergesa-gesa. Wajahnya berkeringat, mungkin dia kelelahan mencari angkot menuju kesini dan parahnya lagi dia takut kena omelan Sella. Wajar saja dia adalah tipe cowok yang sedikit penakut dengan cewek yang agak galak, seperti Sella. Dengan wajah yang berkeringat Ando menghampiri cewek yang sudah duduk di meja kafe.
“Maaf Sella,.. tadi angkot mau kesini penuh, jadi aku harus nyari angkot yang lain yang longgar.”Ando menjelaskan dengan nada agak ketakutan.
“Heyy! Aku sudah menunggumu lama. Kamu pikir hari ini aku tidak ada janji dengan orang lain haaa.!!.” Sella berteriak dengan nada yang kencang dengan raut muka nyolot.
“Iyaa.. aku minta maaf. Aku janji tidak akan telat lagi. Hehe.” Ando menjelaskan dengan nada ketakutan dan dari perkataannya ia ingin mengajak damai.
“Okee… langsung saja. Apa yang perlu kita bicarakan hari ini. Aku tidak punya waktu lama.” Sella menyudahi pertengkaran yang sedikit terjadi.
“Hemm, gimana dengan usahamu kemarin. Giska mau ngasih nomornya.” Tanya Ando penasaran.
“Dia tidak memberi respon apa-apa. Okelah karena aku kasihan padamu maka aku sendiri yang akan memberimu nomornya. Ini….” Sella menyodorkan handphone.
Akhirnya setelah Sella menyodorkan handphone nya. Dia langsung beranjak pergi begitu saja tanpa berpamitan apapun. Mungkin saja dia ingin pergi dengan pacar yang sudah enam bulan dia pacari. Maklum, ini kan hari Minggu, wajar saja dia ingin jalan-jalan dengan pacarnya. Sedangkan Ando ia tersenyum kegirangan karena telah mendapati nomor seseorang yang dia inginkan.
***
Sore itu cuaca mendung, mungkin saja akan turun hujan karena sudah beberapa hari cuaca begitu panas, mungkin Tuhan akan menyuruh malaikat Mikail menurunkan hujan. Ternyata benar saja tepatnya jam 5.30 air turun dari langit, sore itu terasa begitu tenang dan udara sedikit dingin. Semua orang telah beranjak dirumahnya masing-masing untuk menantikan adzan maghrib. Dirumah aku mengamati hujan yang turun dari langit lewat jendela kamarku, aku duduk diatas kursi sambil melamun. Begitu ajaib, Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya ini. Bagaimana bisa Tuhan menurunkan hujan dimulai dengan awan mendung yang gelap, setelah itu gerimis dikit demi sedikit turun, dan datanglah hujan yang besar.
Aku kaget, saat handphone ku bergetar. Saat ku buka ternyata ada satu pesan dari nomor baru yang entah dari siapa. Dengan raut muka penasaran aku buka pesan tersebut.
“Giska gimana kabarnya?lama nih gak tau kabarmu?.
Itu isi pesan dari sebuah nomor baru yang datang tiba-tiba tanpa diundang. Aku semakin penasaran. Pikiranku kemana-mana aku teringat dengan perkataan Sella dua hari yang lalu, bahwa ada seseorang yang meminta nomorku. Aku sudah berpikir dalam hatiku, sepertinya Sella dengan sengaja memberi nomorku pada orang yang ia sebut kemarin yaitu Ando. Aku semakin yakin bahwa nomor yang sms barusan adalah Ando. Karena aku penasaran aku langsung membalasnya.
Saya       : Ini siapa?
08569** : Hmm, sepertinya kamu lupa denganku. Aku teman SD mu dulu.
Saya       :Oh iya aku ingat, kalok gak salah kamu Ando kan? (dalam hati aku sudah yakin kalau ini nomor Ando).
08569**: Iya, tepat sekali. Kamu memang cerdas ya dari dulu.
Saya       :Hehe.. tumben sms, kenapa? (balasku sambil bertanya dengan basa-basi).
08569** : Aku cuman mau tau kabarmu saja?
Saya       : Ooo gitu, udah adzan maghrib nih! Udah dulu yaa, aku mau solat! (aku       membalas sebagai tanda untuk mengakhiri sms).
Ini adalah percakapan smsku dengannya. Aku mengakhirinya begitu saja dengan alasan mau solat maghrib. Emang tepat sih! Karena saat itu memang sudah adzan maghrib. Setelah selesai solat maghrib aku beranjak ke meja belajar untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang setiap hari ada saja PR dari bapak/ibu guru. Pertama kalinya aku membuka buku ekonomi, karena besok ada pelajaran ekonomi. Beberapa menit kemudian ada panggilan telepon, ternyata benar saja nomor baru tadi alias Ando yang menelponku.
Hatiku semakin deg-degan dan sedikit grogi, karena ini pertama kalinya dia menelpon. Hatiku ragu ‘angkat engak, angkat enggak’ dan naluriku berkata untuk mengangkatnya, mungkin karena penasaran. Dan akhirnya aku mengangkat telepon dari nomor baru itu. Malam itu aku belajar sambil teleponan sama Ando, seneng sih bisa ada yang nemenin. Biasanya kan enggak!
***
Cuaca pagi itu sangat bersahabat, embun pagi membasahi dedaunan di sekitarnya, kabut pun terlihat tebal. Maklum, semalam kan hujan deras, jadi pagi ini terasa begitu menyejukkan. Aku mengendarai motor dengan santai sambil menikmati udara pagi yang segar untuk dihirup. Bayangkan saja, karena kabut yang tebal, helm ku sampai tertutup embun dan aku tidak bisa melihat jalan dengan jelas. Dan aku pun memutuskan untuk membuka helm selama perjalanan menuju sekolah.
Aku standarkan motorku di parkiran sekolah, aku berjalan dengan wajah yang senang. Entah kenapa, hari itu aku merasa senang sekali. Apa karena aku ditelpon seseorang tadi malam. Tapi kupikir rasa ini begitu cepat tumbuh. ‘Ah gak mungkin’ pikirku dalam hati. Dari belakang si Sella datang menghampiriku.
“Giskaa,,. Gimana semalem, lancar?.” Sella bertanya dengan penasaran.
“Hisshh! Entah apa kamu nih! aku sudah bilang jangan sembarang ngasih nomorku ke orang lain. Nomorku kan mahal, jadi hanya orang-orang tertentu yang tau nomorku.” Aku menjawab dengan nada kesel.
“Tapi kalok orangnya kayak Ando gapapalah.” Sella menggoda.
“Auk ah gelap.” Aku menjawab celotehannya sambil terus berjalan meninggalkannya.
“Ishh! Bilang aja kamu seneng, udah kelihatan dari muka kamu.” Sella menjawab dengan sinisnya.
Pada jam pelajaran, entah kenapa hari ini sulit untuk  berkonsentrasi. Aku teringat dengan seseorang yang menelponku dimalam itu. Tapi ini bukan penghalang buat aku untuk lebih semangat belajar meraih prestasi. Meskipun ada gangguan disana-sini aku harus bisa mengatasinya dengan keputusan dan caraku sendiri.
***
Sejak saat itu, hubunganku dengan anak kuliahan semester dua alias Ando semakin dekat. Kita  sering smsan dan tidak jarang dia juga sering menelponku. Bahkan ketika aku ingin tidur, dia menyayikanku sebuah lagu yang setiap saat aku terus teringat padanya. Aku berkata dalam hatiku ‘apakah benar ini yang dinamakan jatuh cinta?’. Sepertinya begitu.
Minggu pagi, dia menjemputku untuk jalan-jalan bareng. Karena saat itu aku sedang boring dirumah aku akhirnya jalan berdua dengannya. Karena kami lapar akhirnya kami mampir disebuah kafe’Mini’. Ya, itulah sebutan kafe yang biasanya banyak anak muda nongkrong disitu.
“Mau pesen apa?.” Ando menawarkan.
“Terserah, aku ngikut kamu aja.” Jawabku.
“Oke! Aku pesen nasi goreng nanas dan jus alpukat 2 ya mbak!” Ando memberi tahu sama pelayan yang udah nunggu nulis daftar menu pesanan.
Tak lama kemudian makanan datang. Ketika aku ingin melepaskan dahagaku dengan meminum jus alpukat pesanan Ando tadi. Tiba-tiba dia mengungkapkan perasaannya.
“Kamu mau enggak jadi pacar aku?.” Ando mengungkapkan perasaannya.
“Uhuk! Apa jadi pacar kamu. Arg! Kamu gak usah becanda!.” Jawabku dengan nada tak percaya setelah keseleg denger ucapannya.
“Giskaa… aku serius!.” Ando meyakinkan.
“Kenapa tiba-tiba ngomong kek gitu?.” Tanyaku penasaran dan hatiku berkecamuk antara seneng dan enggak.
“Ini soal perasaan, aku gak bisa bohongin perasaan ini. Selama aku kenal kamu, smsan sama kamu, telponan sama kamu, dan aku nyaman sama kamu.” Ando menjelaskan dengan raut wajah yang serius.
“Ohh, gimana ya. Untuk soal ini aku belum bisa jawab, dan aku butuh waktu untuk jawab pertanyaan kamu ini.” Jawabku sambil menatap wajahnya yang penuh kekhawatiran.
“Oke! Aku akan kasih kamu waktu buat jawab. Semoga kamu memahami perasaanku.” Ando menjawab dengan sedikit kecewa.
“Yaudah kita lanjutin makan. Keburu nasimu dingin.” Aku menyengaja mengakhiri percakapan seputar perasaannya padaku.
***
 Sejak kejadian itu aku dilanda kelabilan, aku sempat curhat kesana-sini. Saat ini aku berada dalam posisi yang sulit, memang benar aku tak bisa membohongi perasaan ini. Jujur aku menyukainya dan nyaman dengannya. Tetapi disisi lain, aku ingin meraih prestasi yang lebih membanggakan dan terus belajar untuk jadi yang terbaik disekolah. Dan momentnya tidak tepat, aku udah kelas XII SMA, banyak banget tugas, uji blok, praktek inilah itulah. Bikin pusing! Aku  gak mau nantinya aku galau kalok dia gak sms atau nelpon. Lebih baik aku gak nerima cowok daripada gak keterima di universitas favorit.
Pulang sekolah aku menghubunginya dan ngajak ketemuan ditempat biasa kita nongkrong. Aku sudah menunggunya lebih dulu di kafe ‘Mini’.
“Gis, maaf ya, aku telat?.” Ando menjelaskan.
“Hehe, iya gapapa keleus!.” Jawabku sambil tersenyum dan basa-basi.
“Gimana jawabanmu tentang kemaren?.” Tanya Ando serius.
“Mmmm, maaf ya… a…ku… be...lum bisa nerima kamu.” Jawabku dengan ragu-ragu dan nada yang terputus-putus.
“Kenapa? Apa alasan kamu nolak aku?.” Ando bertanya.
“Yaa,.. karena aku gak mau punya status mantan ma kamu.” Jawabku ragu-ragu karena alasannya gak realistis.
“Kenapa kita gak jalanin dulu aja?” Ando menawarkan.
“Maaf ndo! Aku gak bisa, selain itu ada alasan lain yang gak mungkin aku ungkapin sekarang.” Jawabku sambil memegang tangannya dan langsung pergi meninggalkannya.
Ando hanya terdiam membisu, wajahnya menjadi muram, dia kecewa atas keputusanku. Sepertinya dia akan dilanda galau satu minggu. Dalam perjalanan pulang hatiku berkecamuk. Aku telah menyakiti perasaannya. Tapi, apa boleh buat ini adalah keputusanku aku harus menanggung resikonya, sekalipun aku harus melupakannya aku siap karena semua ini demi masa depanku.
Kata orang cinta bisa membuat lupa segalanya. Ahh! Gak juga bagiku. Aku malah lebih semangat belajar dan yakin aku bisa dapat apa yang aku inginkan. Tapi, semakin aku ingin melupakannya aku semakin teringat padanya, bahkan sering kebawa mimpi tiap kali mau tidur. Menurutku, ini adalah resiko yang harus ditanggung dari keputusanku.
***
Waktu semakin berlalu, aku berusaha untuk melupakan anak kuliahan semester dua alias Ando itu, walaupun sulit bagiku. Dan aku harus semangat belajar buat masuk universitas favorit.
Entah kenapa, jadwal pulang sekolah jadi lebih awal. Mungkin karena ada rapat dewan guru, dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang bareng si Sella.
“Tumben pulang pagi!.” Tanya Sella
“Ihh! Kepo lu, biasanya aja seneng pakek tanya-tanya, kayaknya lagi ada rapat dewan guru.” Jawabku menjelaskan.
“Hem gitu. Aku nebeng lagi ya. Entar aku beliin bensin deh.” Sella merayu.
“Iyaaa!!.” Jawabku dengan santai.
Di perjalanan pulang aku melihat Ando boncengan sama cewek lain, dan ternyata keyakinanku benar dia tidak benar-benar tulus sayang sama aku. Sejujurnya ini adalah alasan yang dulu gak mungkin aku ngomong sama dia, waktu jawab pernyataan cintanya, dulu aku takut nyinggung perasaannya. Dia tidak ada usaha apapun setelah penolakanku itu dan sekarang dia malah jalan sama cewek lain.
“Ehh Sel.. itu Ando kan dia sama siapa?.” Tanyaku penasaran.
“Iyaa, oh cewek yang dibonceng itu pacar barunya katanya. Hayooo! Giska kepo atau jangan-jangan kamu cemburu ya?.” Sella menggoda.
“Hush! Ngawur kamu ya enggaklah! Dulu emang dia ngajak pacaran sih ma aku, tapi setelah aku pikir-pikir dia gak seratus persen sayang ma aku, karena aku ragu-ragu sama dia makanya aku nolak dia.” Aku menjelaskan.
“Ouhh… Dramatis banget! Tapi kenapa kamu tolak?.” Tanya Sella penasaran.
“Ya, karena aku ragu-ragu dengannya, lagian aku ingin konsentrasi dulu buat belajar, biar masuk universitas favorit. Udahlah gak usah bahas itu. Mmmm… Sella criteria cowok idaman kamu gimana?.” Tanyaku sambil mengalihkan pembicaraan.
 “Kriteria cowok idaman aku yaa.. yang ganteng, setia, anggota tubuhnya lengkap, dia harus sayang sama aku, dan yang terakhir pengertian. Hehehe. Cuma itu sih, kalok kamu gimana?.” Tanya Sella.
“Banyak amat, apa ada di dunia ini. Hemmm, kalok criteria cowok idamanku ada tiga dan sangat simple, yang pertama dia itu harus setampan Nabi Yusuf. Yang kedua harus sekaya Nabi Sulaiman, ya kaya harta, juga harus kaya ilmu. Yang ketiga aku ingin kepribadiannya bercermin kepada Nabi Muhammad SAW.” Jawabku sambil mengkhayal.
“Hahahaha! Heh itu namanya gak simple, tapi berlebihan! Mana ada didunia ini stok cowok yang kek gitu. Kalok mau dapetin yang kekgitu kamu harus berusaha jadi Siti Aisyah, sekaya Siti Khodijah, dan punya kepribadian baik seperti Fatimah. Hahaha .” Jawab Sella dengan tertawa terbahak-bahak.
“Yaelaah… kamu lagi ngacok! Tapi bisa juga sih kalok ada usaha. Hehe.” Jawabku.
Dan sepanjang perjalanan itu kita ngobrol seputar cowok idaman. Dan pada akhirnya aku mengerti, bahwa kehidupan di dunia tak lain untuk menjalankan keputusan dari beberapa pilihan kita ambil. 

ini sedikit cerita pendek karyaku. semoga bermanfaat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar