Keputusanku
Karya : Eka Nurfitriana
Siang itu matahari cukup terik, keringat pun
bercucuran keluar, ditambah lagi siang itu adalah jam pulang sekolah. Aku
berjalan menuju parkiran dengan sangat jengkel karena cuaca yang sangat panas,
sambil mengusap keringat yang keluar diwajahku.
“Ya Tuhan!!
Mengapa dunia ini begitu panas!.” Celetukku dalam hati.
Tiba-tiba temanku bernama Sella memanggilku dari
belakang. Ini sudah menjadi hal biasa setiap pulang sekolah, Sella pasti ingin
nebeng pulang denganku. Tak salah lagi itulah hal yang biasa dia lakukan setiap
pulang sekolah.
“Hey Giska! Tunggu! aku ingin bicara denganmu. ”
Sella memanggil.
“Kau tak perlu seserius itu, aku sudah tau
tujuanmu.” Jawabku.
“Hehe… kau tau saja tujuanku. Ayo segera pulang
cuacanya sangat panas sekali, bisa-bisa aku dehidrasi.” Sella meringis senang
dan langsung menggandeng tanganku.
Saat dalam perjalanan pulang, kita berdua sempat
berbincang-bincang seputar pelajaran sekolah. Dan aku kaget ketika Sella
melontarkan pertanyaan yang tidak biasa ditanyakan.
“Gis! Gimana pelajaramu disekolah, lancar?.” Tanya
Sella.
“Alhamdulillah yaa… lancar.” Jawabku dengan gaya ala
Syahrini.
“Hmm, ada yang yang minta nomormu nih. Boleh gak?.”
Tanya Sella lagi.
“Hah,. Siapa! Ngacok kamu, mana mungkin ada yang
minta nomorku.” Aku menjawab dengan nada tak percaya.
“Ya ada. Yang minta nomor kamu itu Ando. Dia anak
kuliahan loh!.” Sella menjelaskan.
“Apaaa! Ando! Yang rumahnya deket rumahmu itu kan!
Dia itu temenku waktu SD anaknya unyu sih, tapi gak tau kalok sekarang, apa dia
masih unyu kayak di SD dulu.” Tanyaku dengan nada penasaran.
“Urggh! Kalok kamu tau, sekarang dia cakep bingit.
Kamu beruntung banget dia minta nomor kamu, kamu pasti gak kan nyesel dehh!.”
Sella meyakinkanku dengan nada yang tambah bikin aku penasaran.
“Hisshh! Dulu memang aku kenal dia, tapi sekarang
dia udah jadi orang asing buat aku, kita udah lama gak ketemu dia juga sibuk
sama sekolahnya. Udahlah gak usah dipikirin, aku juga gak yakin, mana mungkin
dia minta nomorku. Kalik aja ini akal-akalan kamu.” Jawabku secara tegas.
“Ohh, jadi kamu gak mau ngasih nih. Okee gapapa!
Tapi jangan kaget yaa.” Sella makin bikin penasaran.
“Hah! Hal gak penting. Cepat turun, ini sudah sampai
rumahmu! Jangan lupa besok belikan aku bensin sebagai ganti hari ini.” Aku
menyuruhnya turun dari motor.
“Iya, iya! Mentang-mentang anak ekonomi,
perhitungan!.” Jawab Sella dengan nada kesel.
“Biarin! Wek..” Jawabku sambil menjulurkan lidah dan
menarik gas motor dengan cepat.
***
Tepatnya pada hari Minggu, Ando ngajak ketemuan
Sella. Mereka berdua sempat janjian makan siang disebuah kafe. Entah dalam
rangka tujuan apa mereka bertemu. Agaknya mereka akan membahas seseorang.
“Kau dimana? aku sudah berada di kafe nih!.” Sella berbicara dengan Ando di
telepon.
“Iya. Aku lagi jalan mau kesana. Tunggu sebentar
dong!.” Jawab Ando.
“Oke. Jangan lama-lama aku ada janji dengan orang
lain.” Sella menjawab.
Sepuluh menit kemudian Ando datang dengan sangat
tergesa-gesa. Wajahnya berkeringat, mungkin dia kelelahan mencari angkot menuju
kesini dan parahnya lagi dia takut kena omelan Sella. Wajar saja dia adalah
tipe cowok yang sedikit penakut dengan cewek yang agak galak, seperti Sella.
Dengan wajah yang berkeringat Ando menghampiri cewek yang sudah duduk di meja
kafe.
“Maaf Sella,.. tadi angkot mau kesini penuh, jadi
aku harus nyari angkot yang lain yang longgar.”Ando menjelaskan dengan nada
agak ketakutan.
“Heyy! Aku sudah menunggumu lama. Kamu pikir hari
ini aku tidak ada janji dengan orang lain haaa.!!.” Sella berteriak dengan nada
yang kencang dengan raut muka nyolot.
“Iyaa.. aku minta maaf. Aku janji tidak akan telat
lagi. Hehe.” Ando menjelaskan dengan nada ketakutan dan dari perkataannya ia
ingin mengajak damai.
“Okee… langsung saja. Apa yang perlu kita bicarakan
hari ini. Aku tidak punya waktu lama.” Sella menyudahi pertengkaran yang
sedikit terjadi.
“Hemm, gimana dengan usahamu kemarin. Giska mau
ngasih nomornya.” Tanya Ando penasaran.
“Dia tidak memberi respon apa-apa. Okelah karena aku
kasihan padamu maka aku sendiri yang akan memberimu nomornya. Ini….” Sella
menyodorkan handphone.
Akhirnya setelah Sella menyodorkan handphone nya. Dia langsung beranjak
pergi begitu saja tanpa berpamitan apapun. Mungkin saja dia ingin pergi dengan
pacar yang sudah enam bulan dia pacari. Maklum,
ini kan hari Minggu, wajar saja dia ingin jalan-jalan dengan pacarnya.
Sedangkan Ando ia tersenyum kegirangan karena telah mendapati nomor seseorang
yang dia inginkan.
***
Sore itu cuaca mendung, mungkin saja akan turun
hujan karena sudah beberapa hari cuaca begitu panas, mungkin Tuhan akan
menyuruh malaikat Mikail menurunkan hujan. Ternyata benar saja tepatnya jam
5.30 air turun dari langit, sore itu terasa begitu tenang dan udara sedikit
dingin. Semua orang telah beranjak dirumahnya masing-masing untuk menantikan
adzan maghrib. Dirumah aku mengamati hujan yang turun dari langit lewat jendela
kamarku, aku duduk diatas kursi sambil melamun. Begitu ajaib, Tuhan menciptakan
dunia dan segala isinya ini. Bagaimana bisa Tuhan menurunkan hujan dimulai
dengan awan mendung yang gelap, setelah itu gerimis dikit demi sedikit turun,
dan datanglah hujan yang besar.
Aku kaget, saat handphone
ku bergetar. Saat ku buka ternyata ada satu pesan dari nomor baru yang entah
dari siapa. Dengan raut muka penasaran aku buka pesan tersebut.
“Giska gimana kabarnya?lama nih gak tau kabarmu?.”
Itu isi pesan dari sebuah nomor baru yang datang
tiba-tiba tanpa diundang. Aku semakin penasaran. Pikiranku kemana-mana aku
teringat dengan perkataan Sella dua hari yang lalu, bahwa ada seseorang yang
meminta nomorku. Aku sudah berpikir dalam hatiku, sepertinya Sella dengan
sengaja memberi nomorku pada orang yang ia sebut kemarin yaitu Ando. Aku
semakin yakin bahwa nomor yang sms barusan adalah Ando. Karena aku penasaran
aku langsung membalasnya.
Saya :
Ini siapa?
08569** : Hmm,
sepertinya kamu lupa denganku. Aku teman SD mu dulu.
Saya :Oh iya aku ingat, kalok gak salah kamu
Ando kan? (dalam hati aku sudah yakin kalau ini nomor Ando).
08569**: Iya, tepat sekali. Kamu memang cerdas ya
dari dulu.
Saya :Hehe..
tumben sms, kenapa? (balasku sambil bertanya dengan basa-basi).
08569** : Aku
cuman mau tau kabarmu saja?
Saya : Ooo gitu, udah adzan maghrib nih! Udah
dulu yaa, aku mau solat! (aku membalas
sebagai tanda untuk mengakhiri sms).
Ini adalah percakapan smsku dengannya. Aku
mengakhirinya begitu saja dengan alasan mau solat maghrib. Emang tepat sih!
Karena saat itu memang sudah adzan maghrib. Setelah selesai solat maghrib aku
beranjak ke meja belajar untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang setiap hari
ada saja PR dari bapak/ibu guru. Pertama kalinya aku membuka buku ekonomi,
karena besok ada pelajaran ekonomi. Beberapa menit kemudian ada panggilan
telepon, ternyata benar saja nomor baru tadi alias Ando yang menelponku.
Hatiku semakin deg-degan
dan sedikit grogi, karena ini pertama kalinya dia menelpon. Hatiku ragu ‘angkat engak, angkat enggak’ dan
naluriku berkata untuk mengangkatnya, mungkin karena penasaran. Dan akhirnya
aku mengangkat telepon dari nomor baru itu. Malam itu aku belajar sambil
teleponan sama Ando, seneng sih bisa ada yang nemenin. Biasanya kan enggak!
***
Cuaca pagi itu sangat bersahabat, embun pagi
membasahi dedaunan di sekitarnya, kabut pun terlihat tebal. Maklum, semalam kan hujan deras, jadi
pagi ini terasa begitu menyejukkan. Aku mengendarai motor dengan santai sambil
menikmati udara pagi yang segar untuk dihirup. Bayangkan saja, karena kabut
yang tebal, helm ku sampai tertutup embun dan aku tidak bisa melihat jalan
dengan jelas. Dan aku pun memutuskan untuk membuka helm selama perjalanan
menuju sekolah.
Aku standarkan motorku di parkiran sekolah, aku
berjalan dengan wajah yang senang. Entah kenapa, hari itu aku merasa senang
sekali. Apa karena aku ditelpon seseorang tadi malam. Tapi kupikir rasa ini
begitu cepat tumbuh. ‘Ah gak mungkin’
pikirku dalam hati. Dari belakang si Sella datang menghampiriku.
“Giskaa,,. Gimana semalem, lancar?.” Sella bertanya dengan
penasaran.
“Hisshh! Entah apa kamu nih! aku sudah bilang jangan
sembarang ngasih nomorku ke orang lain. Nomorku kan mahal, jadi hanya
orang-orang tertentu yang tau nomorku.” Aku menjawab dengan nada kesel.
“Tapi kalok orangnya
kayak Ando gapapalah.” Sella menggoda.
“Auk ah gelap.” Aku menjawab celotehannya sambil
terus berjalan meninggalkannya.
“Ishh! Bilang aja kamu seneng, udah kelihatan dari
muka kamu.” Sella menjawab dengan sinisnya.
Pada jam pelajaran, entah kenapa hari ini sulit
untuk berkonsentrasi. Aku teringat
dengan seseorang yang menelponku dimalam itu. Tapi ini bukan penghalang buat
aku untuk lebih semangat belajar meraih prestasi. Meskipun ada gangguan
disana-sini aku harus bisa mengatasinya dengan keputusan dan caraku sendiri.
***
Sejak saat itu, hubunganku dengan anak kuliahan
semester dua alias Ando semakin dekat. Kita
sering smsan dan tidak jarang dia juga sering menelponku. Bahkan ketika
aku ingin tidur, dia menyayikanku sebuah lagu yang setiap saat aku terus
teringat padanya. Aku berkata dalam hatiku ‘apakah
benar ini yang dinamakan jatuh cinta?’. Sepertinya begitu.
Minggu pagi, dia menjemputku untuk jalan-jalan
bareng. Karena saat itu aku sedang boring
dirumah aku akhirnya jalan berdua dengannya. Karena kami lapar akhirnya kami mampir
disebuah kafe’Mini’. Ya, itulah sebutan kafe yang biasanya banyak anak muda
nongkrong disitu.
“Mau pesen apa?.” Ando menawarkan.
“Terserah, aku ngikut kamu aja.” Jawabku.
“Oke! Aku pesen nasi goreng nanas dan jus alpukat 2
ya mbak!” Ando memberi tahu sama pelayan yang udah nunggu nulis daftar menu
pesanan.
Tak lama kemudian makanan datang. Ketika aku ingin
melepaskan dahagaku dengan meminum jus alpukat pesanan Ando tadi. Tiba-tiba dia
mengungkapkan perasaannya.
“Kamu mau enggak jadi pacar aku?.” Ando
mengungkapkan perasaannya.
“Uhuk! Apa jadi pacar kamu. Arg! Kamu gak usah becanda!.”
Jawabku dengan nada tak percaya setelah keseleg
denger ucapannya.
“Giskaa… aku serius!.” Ando meyakinkan.
“Kenapa tiba-tiba ngomong kek gitu?.” Tanyaku
penasaran dan hatiku berkecamuk antara seneng dan enggak.
“Ini soal perasaan, aku gak bisa bohongin perasaan
ini. Selama aku kenal kamu, smsan sama kamu, telponan sama kamu, dan aku nyaman
sama kamu.” Ando menjelaskan dengan raut wajah yang serius.
“Ohh, gimana ya. Untuk soal ini aku belum bisa
jawab, dan aku butuh waktu untuk jawab pertanyaan kamu ini.” Jawabku sambil menatap
wajahnya yang penuh kekhawatiran.
“Oke! Aku akan kasih kamu waktu buat jawab. Semoga
kamu memahami perasaanku.” Ando menjawab dengan sedikit kecewa.
“Yaudah kita lanjutin makan. Keburu nasimu dingin.”
Aku menyengaja mengakhiri percakapan seputar perasaannya padaku.
***
Sejak
kejadian itu aku dilanda kelabilan, aku sempat curhat kesana-sini. Saat ini aku
berada dalam posisi yang sulit, memang benar aku tak bisa membohongi perasaan
ini. Jujur aku menyukainya dan nyaman dengannya. Tetapi disisi lain, aku ingin
meraih prestasi yang lebih membanggakan dan terus belajar untuk jadi yang
terbaik disekolah. Dan momentnya tidak tepat, aku udah kelas XII SMA, banyak
banget tugas, uji blok, praktek inilah itulah. Bikin pusing! Aku gak mau
nantinya aku galau kalok dia gak sms atau nelpon. Lebih baik aku gak nerima
cowok daripada gak keterima di universitas favorit.
Pulang sekolah aku menghubunginya dan ngajak
ketemuan ditempat biasa kita nongkrong. Aku sudah menunggunya lebih dulu di
kafe ‘Mini’.
“Gis, maaf ya, aku telat?.” Ando menjelaskan.
“Hehe, iya gapapa keleus!.” Jawabku sambil tersenyum
dan basa-basi.
“Gimana jawabanmu tentang kemaren?.” Tanya Ando
serius.
“Mmmm, maaf ya… a…ku… be...lum bisa nerima kamu.”
Jawabku dengan ragu-ragu dan nada yang terputus-putus.
“Kenapa? Apa alasan kamu nolak aku?.” Ando bertanya.
“Yaa,.. karena aku gak mau punya status mantan ma
kamu.” Jawabku ragu-ragu karena alasannya gak realistis.
“Kenapa kita gak jalanin dulu aja?” Ando menawarkan.
“Maaf ndo! Aku gak bisa, selain itu ada alasan lain
yang gak mungkin aku ungkapin sekarang.” Jawabku sambil memegang tangannya dan
langsung pergi meninggalkannya.
Ando hanya terdiam membisu, wajahnya menjadi muram, dia
kecewa atas keputusanku. Sepertinya dia akan dilanda galau satu minggu. Dalam
perjalanan pulang hatiku berkecamuk. Aku telah menyakiti perasaannya. Tapi, apa
boleh buat ini adalah keputusanku aku harus menanggung resikonya, sekalipun aku
harus melupakannya aku siap karena semua ini demi masa depanku.
Kata orang cinta bisa membuat lupa segalanya. Ahh!
Gak juga bagiku. Aku malah lebih semangat belajar dan yakin aku bisa dapat apa
yang aku inginkan. Tapi, semakin aku ingin melupakannya aku semakin teringat
padanya, bahkan sering kebawa mimpi tiap kali mau tidur. Menurutku, ini adalah
resiko yang harus ditanggung dari keputusanku.
***
Waktu semakin berlalu, aku berusaha untuk melupakan
anak kuliahan semester dua alias Ando itu, walaupun sulit bagiku. Dan aku harus
semangat belajar buat masuk universitas favorit.
Entah kenapa, jadwal pulang sekolah jadi lebih awal.
Mungkin karena ada rapat dewan guru, dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang
bareng si Sella.
“Tumben pulang pagi!.” Tanya Sella
“Ihh! Kepo lu, biasanya aja seneng pakek tanya-tanya,
kayaknya lagi ada rapat dewan guru.” Jawabku menjelaskan.
“Hem gitu. Aku nebeng lagi ya. Entar aku beliin
bensin deh.” Sella merayu.
“Iyaaa!!.” Jawabku dengan santai.
Di perjalanan pulang aku melihat Ando boncengan sama
cewek lain, dan ternyata keyakinanku benar dia tidak benar-benar tulus sayang
sama aku. Sejujurnya ini adalah alasan yang dulu gak mungkin aku ngomong sama
dia, waktu jawab pernyataan cintanya, dulu aku takut nyinggung perasaannya. Dia
tidak ada usaha apapun setelah penolakanku itu dan sekarang dia malah jalan
sama cewek lain.
“Ehh Sel.. itu Ando kan dia sama siapa?.” Tanyaku
penasaran.
“Iyaa, oh cewek yang dibonceng itu pacar barunya
katanya. Hayooo! Giska kepo atau jangan-jangan kamu cemburu ya?.” Sella
menggoda.
“Hush! Ngawur kamu ya enggaklah! Dulu emang dia
ngajak pacaran sih ma aku, tapi setelah aku pikir-pikir dia gak seratus persen
sayang ma aku, karena aku ragu-ragu sama dia makanya aku nolak dia.” Aku
menjelaskan.
“Ouhh… Dramatis banget! Tapi kenapa kamu tolak?.”
Tanya Sella penasaran.
“Ya, karena aku ragu-ragu dengannya, lagian aku
ingin konsentrasi dulu buat belajar, biar masuk universitas favorit. Udahlah
gak usah bahas itu. Mmmm… Sella criteria cowok idaman kamu gimana?.” Tanyaku
sambil mengalihkan pembicaraan.
“Kriteria
cowok idaman aku yaa.. yang ganteng, setia, anggota tubuhnya lengkap, dia harus
sayang sama aku, dan yang terakhir pengertian. Hehehe. Cuma itu sih, kalok kamu
gimana?.” Tanya Sella.
“Banyak amat, apa ada di dunia ini. Hemmm, kalok criteria
cowok idamanku ada tiga dan sangat simple, yang pertama dia itu harus setampan
Nabi Yusuf. Yang kedua harus sekaya Nabi Sulaiman, ya kaya harta, juga harus
kaya ilmu. Yang ketiga aku ingin kepribadiannya bercermin kepada Nabi Muhammad
SAW.” Jawabku sambil mengkhayal.
“Hahahaha! Heh itu namanya gak simple, tapi
berlebihan! Mana ada didunia ini stok cowok yang kek gitu. Kalok mau dapetin
yang kekgitu kamu harus berusaha jadi Siti Aisyah, sekaya Siti Khodijah, dan
punya kepribadian baik seperti Fatimah. Hahaha .” Jawab Sella dengan tertawa terbahak-bahak.
“Yaelaah… kamu lagi ngacok! Tapi bisa juga sih kalok ada usaha. Hehe.” Jawabku.
Dan sepanjang perjalanan itu kita ngobrol seputar
cowok idaman. Dan pada akhirnya aku mengerti, bahwa kehidupan di dunia tak lain
untuk menjalankan keputusan dari beberapa pilihan kita ambil.
ini sedikit cerita pendek karyaku. semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar